Sumber Foto: Doc. Pribadi
Oleh: Guntur Mahesa Purwanto
Seperti itulah ungkapan "kasar" yang terjadi pada iklim
(kondisi) belakangan ini khususnya umat Islam di Indonesia.
Ketika hati sudah bertolakbelakang, maka sebuah kenyamanan tidak hadir
lagi. Bermanis muka di depan, namun sebaliknya di belakang.
Huft.
Kawan, belakangan sedang VIRAL sekali akan fenomena umat Islam di
Sosmed. FPI, HTI, PKS, NU, merupakan deretan ormas yang sedang ramai
dibicarakan oleh Warganet. Kadang juga paham Salafy sering menjadi masalah
mendalam hingga berlarut-larut diantara perbedaan pendapat.
Kadang melihat semua kondisi yang ada ini sering membuat saya
terdiam seribu bahasa serta pusing akan kondisi umat Islam yang saling meruncingkan
kekuatannya masing-masing ibarat warna hitam dan putih. Maksudnya, terlihat
sangat kontras.
Namun, apabila kita diam akan persoalan yang ada atau yang
terjadi ini, saya merenung akan adanya ungkapan bahwa, "Jika kita diam
terhadap kebenaran, bahkan menyerukan kebenaran, maka kita tak ada bedanya
seperti setan bisu!".
Hal itu mengisyaratkan bahwa kita harus melibatkan diri dan
berkecimpung di dalamnya untuk meluruskan keadaan yang ada.
Menurut saya, dari ungkapan itu saya menyimpulkan keadaan sekarang ini ibarat sebuah api kecil yang sedang
melahap sebuah rumah yang apabila kita tidak memadamkannya maka api itu akan
menjadi besar dan memakan rumah tersebut dengan lebih dahsyat lagi. Kurang
lebih seperti itulah analoginya.
Lebih parahnya lagi, tidak sedikit diantara sekian banyak ormas yang
ada, ada mereka yang menunjukkan dirinya paling benar, pemahamannya paling
benar, dan jika kita tidak bersama mereka, tidak sekolah di Pesantren mereka, tidak
mengikuti ajaran dan ujaran mereka, maka di luar golongannya kita bisa disebut sesat,
teroris, radikalis, anti-NKRI, khawarij, bahkan disebut KAFIR! Terlebih jika kita
memang tidak aktif di dalam tubuh ormas mereka.
Sebuah kenyataan yang dirasakan oleh berbagai aktivis pergerakan,
ada mereka yang resah akibat ulah suatu organisasi yang sejatinya mereka
menyerukan persatuan, kesatuan, ketahanan negara, toleransi, dsb. Akan tetapi, pada
faktanya justru mereka malah menelan ludah mereka sendiri dengan memberikan cap
kepada di luar golongannya seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Dahulu, ada sebuah aksi yang dipimpin oleh FPI yaitu aksi 411 dan
212 misalnya. Ada suatu golongan yang malah menyalahkan dan membuat opini
seakan-akan memojokkan setiap aksi yang dilakukan oleh FPI. Menurut saya,
mereka cemburu akan banyaknya massa yang dimiliki dan disatukan oleh FPI.
Karena, saat aksi berlangsung, bukan hanya FPI yang membawa diri mereka sendiri
melainkan hadir pula berbagai organisasi yang turut mendukung upayanya itu.
Dahulu, HTI dibubarkan karena dianggap paham Khilafah adalah paham pemecah
belah NKRI. Mungkin di era rezim Jokowi ini Anda tidak asing dengan istilah
“Radikalisme” atau kata “Radikal”, ternyata yang disebut pemerintah tentang
istilah "Radikal" diantaranya ditujukan kepada golongan HTI.
Bahkan, suatu golongan yang pernah memojokkan FPI pun turut menolak
kehadiran HTI. Hal itu dibuktikan dengan adanya pengajian Ust. Felix Y. Siauw
yang mereka bubarkan secara paksa dan pemboikotan terhadap ceramah Ust. Felix
karena mereka anggap membahayakan kedaulatan negara.
Sekarang, PKS selaku partai politik Islam yang berada di parlemen
kini sedang dihantui oleh pemboikotan bertubi-tubi dengan berbagai alasan
negatif entah lewat akun Facebook, Twitter, dsb. Terbukti dengan adanya
stigma-stigma negatif yang diserukan oleh golongan yang sama pula seperti yang dilakukan
kepada FPI dan HTI.
Berbagai masalah banyak sekali yang belum terselesaikan sampai
sekarang khususnya di dalam tubuh umat Islam. Namun, saya pribadi sangat
simpati kepada mereka-mereka yang aktif di FPI, HTI, dan PKS. Walau pada
hakikatnya terkadang ada perbedaan pendapat diantara ormas tersebut dan juga
diri pribadi. Akan tetapi, fitnah belakangan ini sedang merontokkan eksistensi mereka
dan sangat tidak etis ketika suatu golongan mencoba naik daun lewat cara yang
tidak sportif.
Selain itu, golongan yang ingin merebut eksistensi ketiga ormas
tersebut sering dilakukan dengan cara merendahkan keberadaan yang lain. Seperti Chauvinisme atau
Etnosentrisme misalnya kalau diistilahkan. Yang pasti, ia ingin diakui,
dihormati, dipatuhi, dan apabila hal-hal negatif datang kepada mereka,
mau tidak mau para pengikutnya harus mengikuti sebuah dogma dari atasan atau
senior-seniornya itu.
Pertanyaan yang mungkin tidak penting untuk para pembaca.
Mengapa saya simpati kepada tiga ormas yang saya sebutkan tadi?
FPI (Front Pembela Islam)
Merupakan organisasi masyarakat yang di kediaman saya dan seperti
ungkapan teman dekat saya pula (sebagai penguat) bahwa mereka memiliki peran
dalam memberantas kemungkaran yang sangat intensif. Tepatnya saat malam minggu
tiba misalnya, ketika remaja-remaja terbiasa nongkrong hingga larut malam
bahkan ada yang membawa pasangannya (pacarnya), apabila ketahuan oleh
ormas yang satu ini maka mereka yang sedang bermaksiat akan diberi pencerahan agama dan disuruh pulang ke
kediamannya masing-masing.
Bahkan, adanya aksi" sosial yang dilakukan oleh ormas yang
satu ini terkadang kita tidak tahu banyak. Padahal, faktanya mereka banyak
sekali melakukan aksi-aksi sosial seperti mengulurkan tangan kepada korban
bencana alam dan mereka sangat sigap disetiap lokasi bahkan bisa dikatakan sebagai Pionir seperti namanya Front (terdepan).
Sayangnya, media massa jarang sekali meliput keberadaan mereka dan kebanyakan media hanya akan meliput ketika hal negatif terjadi kepada organisasi mereka.
Seperti halnya kasus Chat WhatsApp yang dialamatkan kepada Habib Rizieq
syihab. Dalam hal ini, media massa sangat intensif melakukan propaganda agar FPI
terlihat buruk di mata masy. terutama agar masy. yang awam memandang buruk FPI.
Padahal, keberadaan mereka di Palestina sangat dikenal, begitupun
ketika saya sedang melakukan penelitian terkait ormas Islam untuk kepentingan tugas
perkuliahan, dikatakan bahwa FPI memiliki gerakan sosial dalam menolong
rakyat di Palestina.
HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)
Jujur saja, saya hijrah dari hidup yang tidak jelas menjadi terarah
akibat saya bertemu dengan ormas yang satu ini. Ormas ini sangat peduli negeri,
tidak seperti yang dikatakan oleh suatu golongan yang menganggap bahwa HTI
tidak memiliki andil apapun di dalam negeri dan hanya akan dapat membuat
disintegrasi suatu negeri saja.
Semenjak saya aktif bersama ormas ini, banyak sekali perubahan
dalam hidup saya yang mulanya saya doyan bermain dengan wanita, campur baur di
dalamnya, bahkan tidak sedikit wanita menghampiri saya untuk dijadikan teman
kencan (pacar). Namun, setelah saya mengikuti pengajian seperti yang dilakukan
oleh Ust. Felix Y. Siauw, saya mendapatkan banyak pencerahan dan perlahan saya
meninggalkan aktivitas campur baur lawan jenis kecuali ada udzur syar’i
dan menolak segala kemaksiatan khususnya dunia pacaran yang kemudian saya memilih jalan untuk menikah muda
sebagai bentuk penghindaran terhadap zina sekaligus menjalankan sunnah Rasul SAW.
Bukan hanya tentang pembenahan diri (tazkiyatun nafs) saja, setelah
saya dibimbing oleh mereka, prestasi saya menjadi naik yang awalnya saya
hanyalah orang biasa-biasa saja di tempat saya sekolah. kemudian, setelah rutin
berinteraksi dengan aktivis-aktivis HTI justru saya semakin memahami makna
hidup dan mulai berdakwah ke sana kemari tanpa mengharap bayaran sedikitpun. Entah
berapa orang dan instansi yang saat itu mengharap kehadiran saya untuk memberikan
pencerahan atau pembinaan kepada para remaja agar terjaga dan terhindar dari
gaul bebas, yang pasti sekarang ini tidak bisa lagi dihitung oleh jari-jemari.
Yang pasti, HTI pernah mengajarkan saya ikhlas dan gigih dalam
menempuh kehidupan ini.
Tidak seperti suatu pendapat yang mengatakan, “Aktif di HTI hanya
akan menjadi teroris dan HTI tidak berbeda seperti halnya ISIS”.
Sakit sekali rasanya ketika mendengar celetukan itu, memangnya
setelah tiga tahun saya dibimbing oleh HTI saya pernah melakukan pengemboman?
Anarkisme? Memegang AK-47 saja saya belum pernah, apalagi granat dan menaiki
tank!
Justru saya mulai curiga kepada mereka yang menghalang-halangi
dakwah HTI ini, jangan-jangan mereka tersindir karena saat itu anggota-anggota
HTI memang anti riba, anti pacaran (maksiat), dsb.
Menurut saya, tersindirnya mereka adalah efek bahwa dakwah sudah
ngena kepada mereka.
Lagipula, yang dilakukan HTI setiap mereka berdakwah tidak lain
hanyalah perkataan, seruan, baik ditujukan kepada personal, kelompok, hingga
pejabat negara, bukan dengan cara kekerasan seperti militerisme bahkan HTI sama
sekali tidak memiliki pasukan militer. Yang ada mereka hanyalah veteran-veteran
dakwah bil lisan dan bil qalam jikalau diistilahkan.
Terkait paham Syariah dan Khilafahnya, mungkin inilah pemicu suatu
golongan bersikeras agar mendorong pemerintah membubarkannya. Sebetulnya, yang
dilakukan HTI adalah ingin mengajak seluruh kaum muslimin untuk menerapkan
syariat Islam dan wadahnya ialah sistem Khilafah. Bukan lewat jalan Demokrasi,
Kerajaan, dan sistem lainnya.
Intinya, ormas ini ingin menyatukan negara Islam dengan penerapan
syariat Islam di dalamnya secara kaffah (menyeluruh). Karena, jika
berpijak pada sistem ala Barat ini terbukti kaum muslimin masih saja banyak
yang terjerat riba, pelecehan, maksiat, terkotak-kotak diakibatkan adanya
sistem kehidupan yang mereka terikat di dalamnya.
Ibarat sebuah mesin, kita temukan kabel satu dan seterusnya harus
terhubung dengan benar untuk mengalirkan arus listrik dan menggerakan roda
gerigi sehingga mesin dapat menyala. Hal inilah yang diinginkan ormas yang satu
ini agar Al-Qur’an dan Sunnah bukan hanya persoalan pribadi masing-masing
melainkan negara pun selain menjamin kesejahteraan dan kemakmuran juga menjamin
ketaatan warganya.
Karena, negeri yang kaya saja tidaklah cukup. Kadang kekayaan
Sumber Daya Alam hanya dirasakan oleh kalangan pejabat-pejabat atau
golongan elit saja. Bahkan, tidak sedikit pula mereka yang terlena akan
kekayaan tersebut.
Begitu pun kesejahteraan yang mungkin semua negeri pun sering
menyerukannya saat hari kampanye tiba. Namun, kebanyakan janji tersebut adalah
benar adanya. Bahwa kesejahteraan yang mereka janjikan benar-benar mereka laksanakan.
sayangnya, tidak sedikit janji itu bukan ditujukan kepada rakyat, melainkan para
pejabat dan pemilik modal atau orang-orang yang berkepentingan.
Di sinilah hadirnya HTI yang mengingikan tegaknya kembali Khilafah
Ala Manhaj Nubuwwah. Ingin menjadikan sebuah negari yang di dalamnya rakyat selain
sejahtera juga taat kepada Sang Illahi di dalamnya. Ormas yang satu ini sangat merindukan masa berjayanya
Islam yang dalam sejarah dicatat pernah memayungi 2/3 dunia dan umat beragama
rukun di dalamnya.
Namun, ada yang memandang bahwa sistem ini tidak cocok di zaman
milenial ini. Menurut saya, justru saat itu Islam lah yang mempelopori
keberadaan adanya teknologi dan pengetahuan saat ini. Bahkan, ilmuwan Islam
kala itu sudah lebih dulu menyumbangkan karya-karya besarnya bukan hanya untuk
kaum muslimin saja melainkan untuk dunia.
Sayangnya, tidak ada sejarah yang menyingkap keberadaan peradaban
Islam saat itu. Apalagi buku-buku pelajaran sejarah di dalam kurikulum
pendidikan. Kalaupun ada, hal itu disebut dengan istilah Dinasti, Kerajaan, bukan
Khilafah.
Selanjutnya, kalaupun ada, peradaban yang ditonjolkan adalah ketika
fase-fase kemunduran dan pertikaian di dalam sistem Khilafah seperti saat pergantian era Bani Umayyah dan Bani
Abbasiyyah.
PKS (Partai Keadalian Sejahtera)
Untuk yang satu ini, saya tidak banyak berkomentar karena minim
info tentang mereka. Walau demikian, saya mencium keberadaan mereka ketika
masih berstatus sebagai pelajar SMA. Namun, mereka enggan menunjukkan diri
sebagai PKS. Sederhana, partai digunakan ketika berada di luar.
Namun, andil mereka untuk negeri justru sangat saya beri applause
terlebih sebagai partai Islam di parlemen yang benar-benar menjaga citra Islam
itu sendiri. Tatkala partai lain banyak yang terlibat korupsi, PKS jarang sekali menunjukkan diri dalam hal tersebut.
Selain itu, aktivisnya pun sangat giat membina remaja-remaja. Saya
bertemu dengan mereka ibarat Indomaret dan Alfamart yang saling bersaing namun
dengan tujuan yang sama yakni membangun generasi berperadaban di masa depan dan
terjaga ketika harus menggenggam bara Islam di dalam kehidupannya.
Di akhir tulisan ini saya ingin menekankan, terkadang dahulu kita
memiliki teman yang sangat dekat, berbagi cerita, sharing pengalaman,
dan masih banyak lagi. Namun, semua berubah ketika dirinya tahu bahwa saya
adalah eks HTI dan ia menolak mentah-mentah segala gagasan HTI bahkan dirinya
seakan lebih tahu akan aktivitas yang dilakukan HTI itu salah dan golongannya-lah yang paling benar.
Yapz, bukan hanya
satu orang, saya pun turut kehilangan berbagai teman bahkan semenjak SMA kelas
tetangga ada yang berkata bahwa saya adalah aktivis ISIS. Padahal, HTI dan ISIS pun berbeda, walaupun katanya ISIS pengusung ide Khilafah akan tetapi Hizbut Tahrir sendiri mengkritik dan menolak ide mereka. Lebih dalam lagi, aktivis Hizbut Tahrir justru ada yang dibunuh oleh ISIS itu sendiri.
Kembali lagi, ketika di sekolah berproses menjadi siswa yang aktif, pembina OSIS dan Wali Kelas pun mengetahui keberadaan saya aktif di HTI kala itu. Bahkan tidak sedikit saya pribadi justru diberikan apresiasi atas kegiatan yang saya geluti di dalamnya. Sementara itu, fitnah-fitnah yang ada justru akan menjadi boomerang bagi diri mereka sendiri ketika di akhirat kelak.
Kembali lagi, ketika di sekolah berproses menjadi siswa yang aktif, pembina OSIS dan Wali Kelas pun mengetahui keberadaan saya aktif di HTI kala itu. Bahkan tidak sedikit saya pribadi justru diberikan apresiasi atas kegiatan yang saya geluti di dalamnya. Sementara itu, fitnah-fitnah yang ada justru akan menjadi boomerang bagi diri mereka sendiri ketika di akhirat kelak.
Namun, kehilangan teman bukanlah segalanya. Ternyata benar akan
adanya pepatah, “Mati satu, tumbuh seribu”. Alhamdulillah, justru dari
adanya keadaan itu teman saya malah semakin bertambah dari hari ke hari, bahkan
sampai sekarang pun masih ada diantara mereka yang sering konsulitasi entah
terkait keluarga, hati, dan pertanyaan-pertanyaan kehidupan lainnya.
Semoga dirinya membaca postingan ini, karena saya tidak meminta penghormatan dan muka manis ketika di hadapan saya. Sedangkan di belakang Dia berkicau tiada hentinya. Andai kata Dia ingin berkomunikasi via darat, maka akan saya layani. Sayangnya, Dia hanya berani via Dunia Maya, cukup ber-husnudzon saja mungkin dirinya sedang belajar menulis agar memiliki karya seperti cerpen saya yang pernah terbit di Google Play Store Books.
ConversionConversion EmoticonEmoticon