Sumber Foto: Doc. Pribadi
Disiang menjelang sore hari dibulan Ramadhan, Aku sedang berpergian
mengantarkan istriku ke kontrakan temannya mengendarai motor matic yang
cukup jauh dari kediaman kami. Awalnya, kami berdua akan berkumpul bersama
disebuah komunitas yang kami geluti. Namun, karena saat itu Aku mendadak
mendapatkan sebuah pesan WA dari kawanku untuk siaran disore harinya, maka Aku
langsung mengiyakan untuk ke stasiun radio karena sebelumnya Aku pernah absen dan digantikan oleh
temanku saat jadwal siaran tiba.
Alhamdulillah, perjalanan yang kami lalui lancar dan selamat sampai
tujuan. Walaupun saat tiba ditempat istriku sempat mengatakan bahwa Aku
berkendara terlalu cepat/ ngebut.
Tibalah kami disebuah kompleks perumahan bernama PDK yang tidak jauh dari kampus tempat kami berdua menuntut ilmu.
Tibalah kami disebuah kompleks perumahan bernama PDK yang tidak jauh dari kampus tempat kami berdua menuntut ilmu.
Oh ya, btw, kami ini mahasiswa yang memilih nikah muda dan
uniknya kami bertemu di kampus yang sama, jurusan yang sama, dan juga kelas
yang sama. Hehe, semoga pembaca disegerakan dapat jodohnya ya, cieee.
Oke, kembali lagi. Saat tiba dilokasi, kami sempat kebingungan karena
istriku tidak tahu dimana letak kontrakan temannya itu. Karena bingung, Aku pun
memutuskan untuk berhenti disuatu tempat dan mengajak teman istriku itu untuk
menjemput kami berdua ditempat yang telah dijanjikan.
Beberapa menit kemudian, datanglah seorang satpam dengan seragam
putihnya menghampiri kami dengan sepeda ontel yang ditungganginya sembari
menatap kami dengan tajam.
Ia berkata, “Hei! Lagi apa disini?”, tegasnya.
“Lagi nunggu temen, pak”, balasku dan istriku.
“Kamu ini puasa kan? (sembari menatap istriku)”, tanya satpam itu.
“Iya, pak”, balas istriku.
Kemudian, satpam itu mencurigai antara Aku dan istriku yang singgah
ditempat itu (sebenarnya tempat itu tempat terbuka hanya saja sedang sepi,
sengaja Aku pilih tempat itu karena akan mudah dilihat oleh orang berlalu-lalang). Aku yang
saat itu masih duduk di motor sambil memberi kabar teman istriku lewat WA, merasa
tidak enak ketika satpam itu memperlakukan Aku dan istriku semena-mena sembari
emosi. Aku mulai terbawa emosi ketika satpam itu mencurigai bahwa Aku dan
istriku adalah dua orang yang sedang ngapel alias pacaran.
Sontak saat itu Aku berkata kepada satpam tersebut, “Maaf, Pak! Saya ini sudah menikah dan ini istri saya (sembali
menunjuk istriku)”.
Namun, sang satpam masih saja berdiam diri diantara kami dengan menunggangi
sepeda patrolinya dengan berkata, “Mau cari siapa!? Dimana temannya!?”.
Ia berkata sembari menyentak dengan nada yang tidak semestinya
dilakukan. Selain itu, Aku perhatikan raut wajahnya seperti marah bahkan
matanya pun merah seperti ingin memarahi kami habis-habisan.
Sebenarnya, saat itu Aku ingin sekali beranjak dari motorku dan
menghampiri satpam tersebut dengan berdiskusi. Namun, tak berapa lama setelah
kejadian tersebut seorang Iffah alias teman dari istriku datang untuk menjemput
kami dan mengarahkan tempat kontrakannya. Saat itulah kami segera pergi dan
meninggalkan tempat itu.
Istriku berkata, “Pak, terimakasih ya”.
“MAKASIH PAK!”, lanjut diriku sebagai bentuk penghormatan buruk
kepadanya disertai suara knalpot motor yang melecehkannya.
Didalam hati, Aku menggerutu ingin sekali Aku lawan sikap tidak
sopannya satpam itu dengan mengkritiknya habis-habisan. Selain itu, menurutku
kesalahan fatalnya ialah kurangnya keprofesionalan yang dilakukannya saat
menghampiri tamu. Betapa tidak, andai Aku berusia 30 tahunan mungkin
perlakuannya tidak akan seperti itu. Kalaupun tidak, jika memang mewaspadai Aku
dan istriku, janganlah berburuk sangka terlebih dahulu atau lakukanlah tabayyun
dengan cara baik-baik, bukan menyentak-nyentak yang ingin membuatku terpancing
emosi bahkan menuai keributan!
Setelah sampai dikontrakan, Aku berpamitan kepada
istriku serta temannya untuk siaran radio. Sampai tiba diruang siaran, Aku
masih memendam rasa kesal satpam tersebut dan tidak segan Aku ceritakan kepada
penyiar yang ada dihadapanku sebagai bentuk pelampiasan saat tiba di stasiun
radio. Tidak disangka, si penyiar pun menceritakan kisah pernikahannya
yang mana setiap ia ingin bertemu dengan istrinya, dirinya selalu membawa buku
nikah sebagai bentuk penjagaan secara administrasi negara.
Dalam diriku berkata, “Bagiku, memaafkan itu gentle man. Tapi
tetap, luka akan terus membekas ibarat sebuah paku yang menancap pada sebuah
kayu kemudian ketika dicabut akan meninggalkan lubang/ bekas”.
Tentang Penulis:
*Cerita ini diambil dari kisah nyata pada 30 Mei 2018.
Nama: Guntur Mahesa Purwanto
Tempat, Tanggal, Lahir: Majalengka, 02 Sept. 1998.
Status: Menikah
Pekerjaan: Bisnis, Penulis, Nasyider, Blogger, Motivator.
Pendidikan: Mahasiswa (berjalan)
ConversionConversion EmoticonEmoticon