Islam Totalitas - Coretanku


[Sumber Gambar: Google]

Oleh: Guntur Mahesa Purwanto (Aktivis Mahasiswa dan Islamic Coaching Cirebon)

Sahabat, perlu kita ketahui bersama bahwa Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. yang di dalamnya mengatur hubungan manusia dengan Khaliq-nya, dengan dirinya dan dengan manusia sesamanya. Hubungan manusia dengan Khaliq-nya tercakup dalam perkara akidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya tercakup dalam perkara akhlak, makanan, dan pakaian. Hubungan manusia dengan sesamanya tercakup dalam perkara mu’amalah dan uqubat (sanksi). (Taqiyuddin, 2014: 117)

Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan. Jadi, apabila ada yang bilang bahwa agama Islam itu aktivitasnya sebatas melaksanakan shalat, puasa, haji atau hanya mengatur masalah rohani/ruhiyyah semata, bahwasanya Islam sebagai agama juga mengatur urusan baik yang sifatnya pribadi, kelompok/golongan, bahkan lebih besar lagi yaitu mengatur urusan pemerintahan/kenegaraan.

Oleh karena itu, Islam tidak menganut paham Sekulerisme atau paham yang memisahkan agama didalam kehidupan. Islam bukanlah agama yang memisahkan ajaran-ajarannya atau syariatnya didalam kehidupan mana pun seperti urusan individu, kelompok, sekalipun urusan negara yang menyangkut kebijakan publik. Kesimpulannya, bahwa perbuatan apapun bahkan hal sepele pun Islam mengaturnya. Karena itulah Islam selain sebagai petunjuk seseorang dalam beribadah, juga sebagai ide agar setiap pemeluknya dapat memilih mana halal dan haram. Terlebih zaman sekarang ini marak yang namanya Ghazl Fikr atau perang pemikiran. Inilah peran Islam sebagai ide yakni memberikan pemahaman mengenai arti hidup, cara hidup, dan bekal setelah hidup.


[Sumber Gambar: Doc. Pribadi]

Tapi, seiring berjalannya kehidupan serta berkembangnya agama Islam yang mulanya dari Timur hingga ke Barat, banyak diantara pemeluknya yang sekiranya masih harus terus diarahkan/didakwahkan bahwa Islam itu agama yang kaffah[1]. Kurangnya sosialisasi, anti-nya seseorang atau sekelompok orang terhadap hukum-hukum atau syariat Islam apabila diterapkan, adanya tekanan pemimpin yang diktator dan benci terhadap Islam sehingga rakyat terus dijejali opini buruk tentang Islam, inilah sebab-sebab yang kerapkali membuat agama yang begitu sempurna ini dipandang sebelah mata bahkan dicap “merah” oleh beberapa negara di dunia.

Bahkan, ngerinya lagi agama ini seringkali dijadikan alat untuk kepentingan individu maupun golongan demi langgengnya tujuan yang ingin dicapai khususnya dalam ranah politik untuk menggaet[2] simpati masyarakat. Lebih parahnya lagi hal tersebut dilakukan oleh penganutnya sendiri yang benar-benar tidak tahu malu di hadapan Tuhan yang telah menciptakannya.

Astagfirullah...

Agama Islam adalah agama yang komplit, karena itu tidak ada alasan lagi bagi kita untuk perhitungan atau istilahnya “prasmanan” dalam menerapkan Islam di kehidupan. Sering kita amati bahwa masyarakat merasa sudah adem-ayem dan aman sentosa jika sudah bershalawat beribu kali atau menjalankan aktivitas sunnah lainnya sehingga mereka merasa bahwa Islam itu begini loh begitu loh alias sebatas memuaskan urusan batin seseorang.

Memang tidak salah, begitu banyak sekali amalan-amalan didalam agama Islam yang dapat menenangkan jiwa tatkala kita sedang gundah gulana. Bahkan, seorang peneliti dari Barat pernah melakukan penelitiannya tentang manfaat gerakan shalat untuk kesehatan. Tapi, terkadang kita sering abai terhadap saudara-saudara kita diluar sana yang seakidah, seiman, dan mereka membutuhkan bantuan terhadap kita.

Saudara-saudara kita diluar sana memang terpisah secara batas teritorial kenegaraan, tapi selagi mereka mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, maka mereka adalah saudara yang jika mereka sedang sakit kita pun harus merasakannya karena satu orang muslim dengan muslim lainnya laksana satu tubuh.

Inilah yang membuat penulis mengistilahkan adanya “Islam Prasmanan” yang merupakan bentuk sindiran bagi mereka yang mengaku beragama Islam dan pengikut Nabiyullah Muhammad SAW. akan tetapi dalam praktik kehidupan sehari-hari mereka hanya mengambil sedikit penerapan aturan Allah SWT. bahkan memilih-milih sesuai selera mereka.

Ibarat prasmanan (kondangan) saat kita ada undangan pernikahan atau hajatan misalnya. Saat ditempat kita bebas memilih makanan apa yang kita suka dan kita mahu saja. Bahkan, boleh kita menambah untuk makan lagi apabila tidak malu, dan sah-sah saja apabila makanan itu tidak kita habiskan kemudian kita telantarkan begitu saja di bawah kursi.

 Seperti itulah analoginya. Bahwa “Islam Prasmanan” adalah ajaran Islam yang oleh pemeluknya diambil sebagian saja atau seperlunya saja. Padahal Allah SWT. telah memerintahkan kepada para pemeluknya agar ber-Islam secara totalitas alias bahasa kerennya kaffah. Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan (totalitas), dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 208)





[1] Menyeruluh, mencakup segalanya.
[2] Menarik, mengajak.

[Sumber Gambar: Doc. Pribadi]

Lalu bagaimana cara agar kita tidak menjadi seorang muslim yang menjalankan Islam setengah-setengah alias bisa menjadi muslim yang totalitas?

Caranya adalah wajibnya kita berkenalan dengan yang namanya Syakhsiyyah Islamiyyah. Islam adalah din[3] yang sempurna dan Muhammad bin Abdullah merupakan seorang manusia yang diutus oleh Allah SWT. sebagai penyampai risalah serta sebagai penutup bagi para Nabi dan Rasul sebelumnya dalam mengemban agama tauhid ke seluruh penjuru dunia.

Syakhsiyyah Islamiyyah ini apabila kita telah mengenalinya maka terdapat bahasan Aqliyyah (akal) dan Nafsiyyah (perbuatan). Apabila seorang muslim terdidik sejak dini dalam kehidupan yang islami, maka pola pikir dan perbuatannya pun akan berpegang teguh pada syariat Islam tanpa terkecuali. Ketika Allah SWT. berfirman haram terhadap suatu hal, maka ia akan menjauhinya dan tidak coba-coba melanggarnya. Ketika Allah SWT. menyeru untuk melaksanakan perintah-Nya maka dirinya pun akan tunduk mentaati dan menjalankan perintah-Nya.

Singkatnya, seseorang muslim hendaknya Sami’na wa Ato’na (tunduk dan patuh hanya semata-mata kepada Allah dan Rasulnya).




[3] Agama 

[Sumber Gambar: Doc. Pribadi]

Jika kita ingin menjadi muslim yang totalitas maka Syakhsiyyah Islamiyyah adalah salah satu jalan menuju predikat tersebut. Seorang muslim yang memiliki Syakhsiyyah Islamiyyah akan dicetak dari kehidupan yang serba islami. Mulai dari keluarga, pergaulan, lingkungan masyarakat, hingga peran negara dalam menjaga rakyatnya dengan syariat Islam yang telah diterapkan. Karena itulah penting bagi kita sebagai muslim untuk menerapkan dan menjalankan syariat Islam didalam kehidupan baik dalam ranah pribadi, antarpribadi, maupun ranah pemerintahan.

Dari sini kita paham bahwa Islam adalah agama yang menyeruluh yang mengatur hubungan kita dengan Allah, hubungan dengan sesama manusia, dan hubungan dengan diri kita sendiri. Ketiga hubungan tersebut erat kaitannya dalam ber-Syakhsiyyah Islamiyyah. Supaya lebih jelas lagi, mari kita bahas perinciannya sebagai berikut.

Pertama, Hubungan Diri Kita dengan Allah atau Habluminallah dijelaskan seperti dijalankannya oleh seseorang ibadah-ibadah mahdoh yang diperintahkan oleh Allah SWT. serta meyakini keberadaan-Nya. Mengakui bahwa Allah itu Esa, menjalankan shalat, berpuasa, membayar zakat, berhaji, mengakui bahwa dibalik penciptaan alam semesta adalah ciptaan-Nya, meyakini bahwa malaikat itu ada dan diciptakan oleh Allah, meyakini kitab-kitab yang diturunkan Allah, meyakini bahwa Nabi dan Rasul merupakan utusan Allah, meyakini hari akhir (kiamat) dan qadha-qadar.


Dalam menjalankan poin ini (Habluminallah), hendaknya kita kokoh berpegang terhadap firman Allah:



“Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya beribada kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56)

Seorang muslim hidup di dunia dikenakan kewajiban agar segala aktivitasnya selalu terikat dengan Al-Qur’an dan Sunnah terutama setelah masa baligh tiba. Seorang muslim hendaklah berlomba-lomba dalam beramal shalih untuk bekal di akhirat ketimbang bermegah-megahan di dunia yang kemudian dapat membuat seseorang terjerumus kedalam kelalaian serta jurang kenistaan. Hendaklah tujuan utama seorang muslim selalu mempriotitaskan akhirat ketimbang urusan duniawi yang sifatnya sementara serta fana.

“Barang siapa yang keinginannya hanya kehidupan akhirat, Allah SWT. akan memberi rasa cukup dalam hatinya, menyatukan urusan yang berserakan dan dunia datang kepadanya tanpa ia cari, dan barang siapa yang keinginannya hanya kehidupan dunia, Allah SWT. akan jadikan kemiskinan selalu membayang-bayangi di antara kedua matanya, mencerai beraikan urusannya, dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali sekadar apa yang telah ditentukan baginya.” (HR. Tirmidzi)

Kedua, Hubungan Diri kita dengan Sesama Manusia atau Habluminanas adalah tentang ber-mu’amalah dan uqubat (sanksi). Contoh mengenai ini adalah berinteraksi atau bergaul di masyarakat, berniaga, mematuhi aturan-aturan syara’ seperti dalam urusan pekerjaan, pergaulan, mengurus rumah tangga, dsb.

Mungkin pembaca tidak asing lagi dengan istilah pacaran. Betul? Pacaran erat sekali kaitannya dengan pergaulan, betul? Lalu, bagaimana sudut pandang Islam membahas pacaran yang marak terjadi dikalangan pemuda, apakah itu dibolehkan ataukah tidak dalam Islam?

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 



“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)

Ayat di atas menjelaskan bahwasanya zina adalah perbuatan yang haram. Sedangkan pacaran merupakan salah satu jalan kemaksiatan yang dapat menghantarkan kepada aktivitas perzinaan.

Coba para pembaca renungkan, berapa banyak data kehamilan diluar nikah akibat perbuatan ini? Jikalau pun tidak hamil, berapa banyak orang yang berhubungan intim di luar ikatan pernikahan? Jikalau pun tidak berhubungan, berapa banyak aktivitas mojok berduaan ditempat remang-remang atau sepi? Jikalau pun tidak mojok berduaan, berapa banyak orang menghabiskan waktunya berlarut-larut demi chattingan bersama kekasih yang belum halalnya itu? Inilah yang dimaksud bahwa Islam mengatur kehidupan bermasyarakat.

Perlu diketahui, dalam hal pergaulan, Islam sangat tegas mengatur tentang pergaulan antarlawan jenis terkhusus cara bergaul dengan seseorang yang bukan mahramnya.

“...Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahramnya kecuali yang ketiganya adalah syetan.” (Muhammad Umar, 2002: 46)

“Janganlah sekali-kali seorang (di antara kalian) berduaan dengan wanita, kecuali dengan mahramnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam Islam seorang muslim tidak mengenal istilah pacaran. Justru ikatan pernikahanlah yang dapat menyatukan kedua insan yang mulanya haram menjadi halal untuk disentuh. Bahkan, setelah menikah aktivitas yang notabenenya haram dilakukan ketika pacaran bisa menjadi ladang pahala ketika mereka dikatakan sudah sah.

“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu, hendaklah dia segera menikah. Sesungguhnya, dengan begitu dia akan lebih bisa menundukan pandangan dan menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, hendaklah dia berpuasa, karena itu akan menjadi benteng baginya.” (HR. Bukhari Muslim)

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. aktivitas kemaksiatan biasanya terjadi ketika ibadah kita rapuh (berantakan;tak karuan) kemudian lingkungan pergaulan yang kita miliki pun rusak atau tidak islami sehingga mudah bagi setan untuk mendorong kita hingga terperosok ke dalam jurang kemaksiatan.

Sebuah hadits berikut semoga bisa mengingatkan kita perlunya kita bergaul di lingkungan yang islami.

“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau kamu bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, kamu tetap mendapatkan harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak kamu tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Seorang insan itu tergantung kebiasaan teman karibnya, hendaklah salah seorang dari kalian melihat siapa yang dia jadikan teman karib.” (HR. Tirmidzi)

Dua hadits di atas jelas sekali menyuruh kita agar bisa memilah-milih lingkungan pergaulan yang kita singgahi. Karena itulah wajib seorang muslim mengingatkan muslim lainnya agar kemaksiatan tidak merajalela di bumi Allah SWT. Dengan itu kita akan merasakan berkahnya hidup di dunia serta bisa menjadi ladang investasi pahala di akhirat kelak.

Seorang muslim sejati atau totaltas selain dicirikan sebagai ahli ibadah juga dicirikan dengan giatnya ia berdakwah. Mengapa demikian? Yang demikian itu merupakan perintah Allah SWT. Aktivitas dakwah adalah kewajiban yang diemban kepada setiap muslim untuk mengajak kepada penyembahan kepada selain Allah menuju penyembahan kepada-Nya. Selain itu, dakwah juga merupakan aktivitas menyeru kepada kebaikan dikala lingkungan sedang rusak. Berikut firman Allah SWT. yang memerintahkan agar kita berdakwah.


“Dan hendaklah ada segolongan umat yang menyuruhmu kepada kebajikan. Menyuruh kepada yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar. Sesungguhnya mereka orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali-Imron: 104)


Kesimpulannya, bahwa dakwah bukan semata-mata aktivitas yang dilakukan oleh seorang Ustadz ataupun Kyai. Dakwah diwajibkan kepada setiap individu terlebih ketika kita melihat kemaksiatan di depan mata kita.

Lalu, adakah konsekuensi apabila kita tidak berdakwah? Jelas ada konsekuensinya. Pertama, dirinya tidak menjalankan perintah Allah SWT. Kedua, dia acuh terhadap lingkungan yang ada.

Mungkin nasihat Sayyid Qutb atau seorang ulama terkemuka ini bisa menggugah diri kita agar rasa enggan berdakwah bisa lenyap dan berganti menjadi semangat yang berapi-api.

“Orang yang hidupnya hanya memikirkan dirinya sendiri, akan hidup sebagai orang kerdil dan mati sebagai orang kerdil, tetapi orang yang mau memikirkan orang lain selamanya dia akan hidup sebagai orang besar.” (Hardita, 2015: 149)

Islam adalah agama yang mengajarkan kita berbagai pendidikan. Kita diarahkan agar bisa berbagi kepada saudara seiman kita baik secara materi maupun non materi. Dakwah adalah aktivitas penuh cinta agar orang yang didakwahkannya kembali ke jalan Allah dan rasul-Nya atas kekhilafan yang telah dilakukannya. Dengan dakwah, Islam mengajarkan agar kita peduli satu sama lain dikarenakan sesama muslim adalah saudara serta haram baginya menumpakan darahnya terhadap sesamanya. Inilah wujud Islam Totalitas.

Ketiga, Hubungan Diri Kita dengan Diri Sendiri atau Habluminafsih, merupakan aktivitas ketika kita sedang sendiri atau mengurus diri pribadi. Jika dakwah adalah seruan yang ditujukan kepada orang lain, maka poin ini adalah seruan terhadap diri kita selaku pengemban dakwah tersebut.

Misal: si Fulan suatu hari sedang asik menonton sinetron favoritnya di televisi. Suatu ketika karena seringnya ia menonton sinetron tersebut, gaya bicaranya kemudian kurang sopan, berpakaian pun ala kebarat-baratan, serta tingkahlakunya mirip dengan suatu aktor di tayangan tersebut.

Contoh di atas merupakan hal yang tidak boleh dicontoh bagi seorang muslim. Lebih-lebih jika yang diidolakan atau yang dijadikan teladannya ialah orang-orang barat yang jelas-jelas dapat merusak keimanan serta keislaman kita. Karena Rasulullah SAW. sudah mewanti-wanti kepada kita jauh-jauh hari terkait perkara ini.

“Rasulullah SAW. bersabda, “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Selanjutnya, jatidiri Islam Totalitas dalam seorang muslim yakni memiliki akhlak yang baik. Islam adalah agama yang santun dan penuh dengan adab. Semua kegemilangan Islam dapat kita rasakan tatkala kita menerapkan syariat Islam didalam kehidupan. Apabila kita buta akan syariat Islam bahkan anti terhadapnya, maka kita belum menjalankan Syakhsiyyah Islamiyyah kita.

Apabila Syakhsiyyah Islamiyyah dapat diterapkan dengan baik, maka akal kita akan selalu merenungi kebesaran Allah SWT. Selanjutya, seiring dengan itu kita juga akan berbuat seperti apa yang telah diperintahkan Allah SWT. dalam firman-Nya. Karena itulah penting bagi kita menjadi seorang muslim yang Islam Totalitas. Menjadi muslim yang siap melaksanakan syariat Islam serta mengajarkannya kepada yang lain.

Ingat, jadilah seorang muslim yang ber-Islam Totalitas ketimbang ber-Islam Prasmanan (pilih-pilih). Karena inti hidup kita adalah tentang Allah, kemanapun kita melangkah dan melakukan perbuatan apapun hendaknya selalu mengingat Allah, karena sejatinya kita akan kembali kepada-Nya namun semua kembali kepada diri kita pribadi apakah kita mau ataukah tidak dalam menjalankan segala perintah-Nya ataukah kita malah berpaling terhadap-Nya.

Referensi:
-Amalia, Hardita.2015. Anak Muda “Keren” Akhir Zaman. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer
-An Nabhani, Taqiyuddin.2014. Peraturan Hidup dalam Islam. Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia.
-As-Sewed, Muhammad Umar. 2002. Jangan Dekati Zina.  Riyadh: Sulay.

Previous
Next Post »