Diingetin Gak Mau tapi Nyinyir Iya


(Sumber Foto: Google)

Oleh: Guntur Mahesa Purwanto (Islamic Coaching Cirebon)

Manusia memang gak ada puasnya. Dulu, sewaktu saya SMA, saya adalah tipikal orang yang sangat anti-pacaran. Bahkan ada teman-teman yang mungkin nyinyir di belakang dan saya disuruh membuktikan jika memang solusinya menikah, kenapa saya gak nikah-nikah.

Memangnya menikah itu termasuk pilihan yang easy? Saya melalui proses menuju jenjang pernikahan itu dengan berbagai tantangan yang lumayan berat. Masalah-masalah baru akan muncul dan itu pun baru proses, lebih lagi ketika semua sudah "sah".

Dulu, ketika SMA saya punya sikap anti-pacaran dan menolak campur baur laki-laki dan perempuan kecuali hal-hal yang diperbolehkan saja, ada saja yang tidak percaya dan berprasangka bahwa saya ini hanya omdo.

Sekarang, setelah saya sudah membuktikan bahwa menikah pun tak harus berpenghasilan tetap (yang penting tetap bekerja) bahkan saya dengan istri malah masih sama-sama kuliah, kemanakah mereka yang dulu nyinyir?

Memang manusia benar tak ada puasnya. Sah-sah saja kalau belum puas dalam hal menuntut ilmu yang mana ada pepatah bilang kita ini harus terus menuntut ilmu hingga akhir hayat (haus keilmuan).

Tapi ini masalah disampaikannya kebenaran, ajaran Islam. Datang kepada mereka tentang dakwah, perintah, peringatan, malah abai. Tapi nyinyir mah bisa bahkan sering dilakukan. Tipe manusia seperti ini yang seringkali membuat saya bingung. Didakwahkan gak mau, tapi dia nyinyir terhadap syariat Islam itu sendiri.

Giliran dijelasin minta bukti. Gak heran kalau saya sering membaca kisah dan tantangan dakwah para Nabi dan Rasul bahwa dahulu orang-orang yang tidak beriman atau yang membangkang kepada Allah SWT., meminta ditimpakan azab terlebih dulu kemudian KATANYA mereka akan beriman. Padahal, nyatanya mereka malah tambah nyinyir bukannya seperti janji yang mereka ucapkan yang seharusnya mereka tepati.

Previous
Next Post »