Islam dan Tantangan Sekularisme - Coretanku


Sumber Foto: Doc. Pribadi

Oleh: Gonda Yumitro, M.A (IR), M.A (Pol. Sci). 
(Dosen HI Universitas Muhammadiyah Malang) – Al Umm edisi 06/ Vol. IV: 44-48.

Mereka yang mendukung ide sekularisme meyakini bahwa kerajaan di era modern hanya bisa terjadi jika mengikuti paham sekularisme, Machiavelli, mereka sebut sebagai pemikir politik modern pertama hanya karena dirinya orang pertama yang membangun logika “ilmiah” bahwa sekularisme dalam politik merupakan perkara yang mendesak dilakukan untuk kebaikan politik.

Turki, pernah mengalami sekularisasi besar-besaran pada masa Attaturk, karena keinginan untuk mengkiuti kemajuan eropa. Dalam teori sosial didominasi oleh Barat, logika pembangunan terfokus pada persoalan materialis.

Mereka sibuk mengejar dalam pembangunan keunggulan teknologi, bangunan/ fasilitas fisik yang mempesona mereka. Adapun agama, yang berkaitan dengan jiwa, hilang dalam perhatian mereka.

Senada dalam kamus webster, menyatakan bahwa sekularisme  yang merupakan keharusan tadi merupakan sistem doktrin dan praktik yang menolak berbagai macam bentuk keyakinan dan ibadah. Bahkan urusan agama seharusnya tidak masuk dalam urusan publik seperti negara, pendidikan, dsb.

Masyarakat dalam paham Barat perlu dijauhkan dari agama dan nilai-nilainya. Menurut mereka agama tidak berbeda dengan pengalaman Kristen di Eropa yang hanya fokus pada persoalan doktrin. Galileo Galilie dibunuh karena berbeda pendapat dengan gereja dalam persoalan sains.

Bagi mereka, manusia perlu dibebaskan dari kungkungan agama. Inilah pendapat Friedrich Nietzsche yang menilai bahwa “Tuhan Telah Mati”. Menurut paham Barat, akal manusia seharusnya berada di atas wahyu dan agama.

Dengan generalisasi pengalaman Kristen di Eropa terhadap agama-agama lain, pemahaman sekularisasi ini pun berkembang. Islam jelas mempunyai pemahaman dan ajaran yang berbeda dengan sejarah Eropa. Itulah yang menyebabkan muncul pandangan yang menyatakan bahwa Eropa maju karena mereka meninggalkan agama, sementara Umat Muslim mundur karena mulai meninggalkan agama.

Sekularisme berpandangan bahwa hukum buatan manusia seharusnya berada pada posisi yang lebih tinggi dari pada syariat. Namun, Islam meletakkan syariat sebagai hukum yang paling tinggi.

Sekularisme menganggap agama terbatas hanya hubungan seseorang dengan Tuhannya, tidak punya urusan dengan kehidupan, utamanya yang bersifat sosial. Bagi mereka, Islam dalam kehidupan sosial dipandang banyak pelanggaran HAM. Misalnya hukum hudud yang dipandang tidak relevan di kehidupan modern. Juga berpendapat bahwa berbagai persoalan yang terjadi di era modern disebabkan oleh irrasionalitas ajaran Islam, termasuk dalam perkara terorisme, warisan, posisi wanita, dll.

Mereka melakukan westernisasi dan sekularisasi. Tidak sekedar menguasai politik melainkan mengubah struktur ekonomi, sosial-hukum, dan sistem pendidikan yang tidak sesuai dengan Islam.

Pendidikan selama ini banyak menggunakan sistem kuttab/ madrasah berubah menjadi sistem Barat, terutama materi pengajaran. Siswa dijauhkan dari pengenalan terhadap Islam.

Pengaruh Barat tetap berlangsung meskipun mereka tidak lagi secara langsung menjajah negeri-negeri Islam. Mereka ubah cara berpikir dan budaya yang ada di tengah masyarakat Islam. Inilah yang disebut sebagai Neo-kolonialisme.

Seakan-akan bangsa-bangsa Islam dalam keadaan merdeka, tetapi sebenarnya mereka terjajah. Lebih bahaya lagi, para intelektual muslim menjadi sasaran empuk untuk Islam dari dalam. Seakan-akan berjuang untuk Islam, tetapi pikiran mereka sudah sekuler dan liberal.

John L Esposito berpendapat bahwa di era postmodernisme ini negeri-negeri muslim yang ingin modern perlu mengikuti pengaruh dari paradigma dan model Barat yang sekuler. Para tokoh yang berpengaruh dalam aspek kehidupan di negeri muslim pun muncul dari kalangan yang menempuh pendidikan Barat. Mereka tidak lagi menyisakan Islam kecuali persoalan ritual atau urusan pernikahan, perceraian dan warisan semata.
Tidak jarang mereka mengutip ayat Al-Qur’an/ hadits untuk mendukung pendapat mereka, padahal sebenarnya mereka sedang mengembangkan pemahaman yang menyimpang. Maulana Wahiduddin Khan, seorang pemikir dari India misalnya berpendapat cukup ekstrim dalam mensyarah hadits tentang mengawinkan kurma. Karena hasil panen waktu itu sedikit maka Rasul SAW. Menyatakan bahwa kalian lebih tahu tentang urusan duniamu (HR. Muslim).  

Oldest