Oleh: Guntur Mahesa
Purwanto
Sebagai seorang pelajar SMP/SMA sederajat ataupun
mahasiswa di perguruan tinggi, kerapkali tidak asing mendengar istilah “akhlak”
dan “etika” baik dalam pengajian/ceramah keagamaan, lembaga pendidikan, bahkan
perkataan dari orang tua kita sendiri. Namun, tidak sedikit diluar sana bahkan
kita tidak mengetahui dan memahami definisi “akhlak” itu sendiri. Selain itu,
istilah “akhlak” dan “etika” pun jika ditanya apa pengertiannya dan dimana letak
perbedaan antara keduanya, seringkali membuat seseorang kebingungan atau
kesulitan untuk menjawabnya.
“Apa
itu akhlak?”
“Apa
itu etika?”
Memang
suatu hal yang tidak asing ditelinga kita bahkan terkesan sepele bagi
kita. Namun, bisakah Anda jelaskan hal terkesan sepele ini kepada
orang-orang? Sedangkan kita sendiri saja masih menerka-nerka maksud dari etika
dan akhlak itu.
Dalam
memberikan pelajaran baik di sekolah maupun kampus, keberadaan sumber pustaka
atau buku-buku sangatlah penting untuk menjawab pertanyaan di atas. Karena
dengan adanya buku kita dapat menemukan jawaban dari suatu permasalahan yang
ada dengan teori maupun secara kaidah bahasa. Oleh karena itu, keberadaan
sumber pustaka nantinya dapat memperkuat jawaban atau dengan kata lain
seseorang berargumen demikian dikarenakan ia memiliki dalil karena membaca
sebuah buku.
Menurut
Mustofa (2014: 11) kata “Akhlak” berasal
dari bahasa Arab yang berasal dari kata jamak yakni خُلُقٌ (baca: khuluqun)
yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Dari kata jamak
tersebut terdapat persesuaian dengan kata خَلقٌ (baca: khalqun)
yang berarti “kejadian” yang memiliki hubungan erat dengan kata خَلِقٌ (baca: khaliqun) yang berarti “pencipta” dan مَخلُقٌ (baca: makhluqun) berarti “diciptakan.” Perumusan pengertian akhlak timbul
sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makluq.
Kaitannya
dengan akhlak, Ibnu Athir menjelaskan bahwa[1]:
“Hakikat
makna خُلُق, ialah gambaran batin manusia yang tepat
(yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang خَلقٌ
merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya
tubuh dan sebagainya).”
Sedangkan
Imam Al-Ghazali mengemukakan definisi Akhlak sebagai berikut[2].
“Akhlak
ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran
(lebih dulu).”
Pernyataan
Imam Al-Ghazali bahwa,
“...tidak
memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dulu).”
Maksudnya
ialah perbuatan tersebut dilakukan benar-benar sudah “azimah”, yakni kemauan yang kuat tentang sesuatu perbuatan, oleh karenanya jelas perbuatan itu
memang sengaja dikehendaki adanya (Mustofa, 2014: 15).
Syarat Perbuatan
disebut sebagai Akhlak
Menurut
Abdullah Diroz, perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai menifestasi
dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat sebagai berikut[1].
- Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan.
- Perbuatan-perbuatan
itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena adanya
tekanan-tekanan dari luar seperti paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan
ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah dan lain sebagainya.
Persamaan dan
Perbedaan Etika dan Akhlak
Secara bahasa, Etika berasal dari bahasa Yunani yakni “Ethos” yang berarti adat kebiasaan (Mustofa, 2014: 14). Ada orang yang berpendapat bahwa etika dan akhlak adalah sama. Akan tetapi, penulis berpendapat bahwa keduanya serupa tapi tak sama.
Secara bahasa, Etika berasal dari bahasa Yunani yakni “Ethos” yang berarti adat kebiasaan (Mustofa, 2014: 14). Ada orang yang berpendapat bahwa etika dan akhlak adalah sama. Akan tetapi, penulis berpendapat bahwa keduanya serupa tapi tak sama.
Dikatakan
“serupa” bahwa keduanya mengakui adanya perbuatan baik dan buruk tentang sesuatu.
Artinya, suatu perbuatan memiliki nilai di mata orang lain dan dapat bernilai
baik maupun buruk tergantung adat/kebiasaan yang berlaku. Misal, memberi hadiah
kepada teman, termasuk kepada perbuatan yang bernilai baik.
Selanjutnya,
dikatakan “tak sama” bahwa akhlak lebih mengarah kepada aturan-aturan agama
dalam menempatkan baik-buruknya sesuatu. Misal, seseorang rajin shalat
berjamaah di Masjid. Hal itu termasuk ke dalam perbuatan baik. Sedangkan jika
seseorang memberi hadiah kepada temannya dengan hasil mencuri walau niatnya
baik, yakni memberi, hal tersebutt diharamkan khususnya dalam ajaran agama
Islam.
Jadi,
kesimpulannya bahwa “akhlak” dan “etika” adalah istilah yang serupa tapi tak
sama, akhlak pedoman baik-buruknya sesuatu berlandaskan ajaran agama. Sedangkan
etika penempatan baik dan buruk suatu perbuatan berdasarkan budaya/kebiasaan
yang berlaku di tempatnya.
Sumber Pustaka:
- Mustofa, A. 2014. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka Setia.
- Mustofa, A. 2014. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka Setia.
- Solihin, M dan Rosihon Anwar. 2013. Ilmu Tasawuf. Bandung:
CV. Pustaka Setia.
[1] A.
Mustofa, Akhlak Tasawuf (Bandung: CV Pustaka Setia), hlm. 11.
[2] Ibid,
hlm. 11.
[3] Ibid, hlm. 14.
2 comments
Click here for commentsOh ternyata akhlak itu etika namun agama sebagai dasar penilaiannya.
ReplyOke, sip!
Semoga bermanfaat ya :)
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon