(Sumber
Gambar: https://mozaik.inilah.com/read/detail/2403894/poligami-di-antara-syahwat-cinta-dan-jimak)
Oleh: Guntur Mahesa P. (Mahasiswa Cirebon)
Saya sebagai
mahasiswa Cirebon yang memilih menikah ketika masih semester 3 akhir pernah
diajak berbincang terkait poligami oleh 2 orang dosen. Semua bermula saat
bertemu 2 orang dosen yang seringkali saya temui di kelas ketika mengajar.
Waktu itu saya hendak mengumpulkan tugas kuliahan di kantor jurusan yang berada
di lantai bawah dari kelas saya, saat itu saya bersama istri.
Dimulailah
perbincangan ringan dengan pertanyaan, "Bagaimana pandangan Guntur tentang
poligami?" Bagi saya, pertanyaan itu mudah sekali dijawab. Saya setuju
bahkan istri saya pun setuju. Selagi itu syariat Islam, mengapa tidak?
2 dosen
tersebut tidak ada maksud sama sekali ingin menyudutkan saya atau pemikiran
saya, tapi belakangan ini istilah poligami kembali bergaung lagi namun
seakan-akan konotasinya negatif.
Menurut saya,
apa masalahnya seseorang berpoligami selagi ia MAMPU dan MEMENUHI
standar yang ada? Dari pada selingkuh dan ujungnya berzina, apalagi dulu sempat
heboh kasus ketua ormas keagamaan terbesar di Indonesia yang dikabarkan "menunggangi"
istri orang.
Poligami itu
ajaran Islam dan saya setuju. Mungkin bagi sebagian orang menolak karena KATANYA
poligami itu bentuk hinaan/penindasan buat para wanita. Lha, lelakinya yang
nafkahin dan yang tanggungjawab kok.
Kemudian,
prosesi pernikahan apakah bukan bagian dari upacara sakral yang suci? Ini malah
dibilang penindasan lah, pelecehan lah, dll. Justru pemikiran seperti inilah
yang nantinya merusak ajaran Islam itu sendiri. Wajarlah, pemahaman seperti itu
ranahnya pemikiran dari Barat, tak heran mereka tak paham. Tapi kebangetan
kalau orang Islam sendiri berpendapat secara subjektif bahwa poligami itu memanglah
senegatif demikian.
Poligami bisa
terkategori halal, sunnah, mubah, makruh, haram, tergantung sebab dan akibat
serta bagaimana kondisi atau kemampuan yang bersangkutan.
Bahas
poligami, seorang laki-laki melakukan itu tidak boleh sembarang alasan apalagi
sebatas nafsu. Ada syarat yang harus dilakukan seperti:
1.
Apa landasan kita berpoligami?
2.
Sesiap apakah kita
melaksanakannya?
3.
Bagaimana respon istri pertama? dll.
Intinya, jika
saya ditanya tentang poligami, saya setuju selagi itu ada dalam ajaran Islam.
Bagi umat Islam bahasan ini sebenarnya tidak usah dipermasalahkan lagi karena
sudah prinsipil. Jelas periwayatannya dan diperbolehkan dalam agama.
Adapun bagi
saya pribadi yang namanya berpoligami itu harus benar-benar niat yang lurus.
Menikah saja harus jelas niat dan kemampuannya masa iya poligami tidak
demikian. Bagi seseorang yang berilmu pasti mereka dapat bijak menyikapi
persoalan ini. Kalau pun tidak setuju bukan berarti menyudutkan ajaran yang
satu ini. Karena bisa jadi tidak setuju karena alasan satu istri saja sudah
cukup, bukan melarang mereka yang ingin berpoligami. Arti lainnya, agar kita
selesaikan dahulu tanggungjawab kita terhadap istri pertama kita.
Intinya, tetap
utamakan adab dan norma yang berlaku dalam ajaran Islam agar pada akhirnya kita
bisa memutuskan suatu perkara dengan berlandaskan Islam, bukan hawa nafsu.
ConversionConversion EmoticonEmoticon