Ada Apa dengan Poligami?



Oleh: Guntur Mahesa P. (Mahasiswa Cirebon)

Saya sebagai mahasiswa Cirebon yang memilih menikah ketika masih semester 3 akhir pernah diajak berbincang terkait poligami oleh 2 orang dosen. Semua bermula saat bertemu 2 orang dosen yang seringkali saya temui di kelas ketika mengajar. Waktu itu saya hendak mengumpulkan tugas kuliahan di kantor jurusan yang berada di lantai bawah dari kelas saya, saat itu saya bersama istri.

Dimulailah perbincangan ringan dengan pertanyaan, "Bagaimana pandangan Guntur tentang poligami?" Bagi saya, pertanyaan itu mudah sekali dijawab. Saya setuju bahkan istri saya pun setuju. Selagi itu syariat Islam, mengapa tidak?

2 dosen tersebut tidak ada maksud sama sekali ingin menyudutkan saya atau pemikiran saya, tapi belakangan ini istilah poligami kembali bergaung lagi namun seakan-akan konotasinya negatif.

Menurut saya, apa masalahnya seseorang berpoligami selagi ia MAMPU dan MEMENUHI standar yang ada? Dari pada selingkuh dan ujungnya berzina, apalagi dulu sempat heboh kasus ketua ormas keagamaan terbesar di Indonesia yang dikabarkan "menunggangi" istri orang.

Poligami itu ajaran Islam dan saya setuju. Mungkin bagi sebagian orang menolak karena KATANYA poligami itu bentuk hinaan/penindasan buat para wanita. Lha, lelakinya yang nafkahin dan yang tanggungjawab kok.

Kemudian, prosesi pernikahan apakah bukan bagian dari upacara sakral yang suci? Ini malah dibilang penindasan lah, pelecehan lah, dll. Justru pemikiran seperti inilah yang nantinya merusak ajaran Islam itu sendiri. Wajarlah, pemahaman seperti itu ranahnya pemikiran dari Barat, tak heran mereka tak paham. Tapi kebangetan kalau orang Islam sendiri berpendapat secara subjektif bahwa poligami itu memanglah senegatif demikian.

Poligami bisa terkategori halal, sunnah, mubah, makruh, haram, tergantung sebab dan akibat serta bagaimana kondisi atau kemampuan yang bersangkutan.

Bahas poligami, seorang laki-laki melakukan itu tidak boleh sembarang alasan apalagi sebatas nafsu. Ada syarat yang harus dilakukan seperti:
1.      Apa landasan kita berpoligami?
2.      Sesiap apakah kita melaksanakannya?
3.      Bagaimana respon istri pertama? dll.

Intinya, jika saya ditanya tentang poligami, saya setuju selagi itu ada dalam ajaran Islam. Bagi umat Islam bahasan ini sebenarnya tidak usah dipermasalahkan lagi karena sudah prinsipil. Jelas periwayatannya dan diperbolehkan dalam agama.

Adapun bagi saya pribadi yang namanya berpoligami itu harus benar-benar niat yang lurus. Menikah saja harus jelas niat dan kemampuannya masa iya poligami tidak demikian. Bagi seseorang yang berilmu pasti mereka dapat bijak menyikapi persoalan ini. Kalau pun tidak setuju bukan berarti menyudutkan ajaran yang satu ini. Karena bisa jadi tidak setuju karena alasan satu istri saja sudah cukup, bukan melarang mereka yang ingin berpoligami. Arti lainnya, agar kita selesaikan dahulu tanggungjawab kita terhadap istri pertama kita.

Intinya, tetap utamakan adab dan norma yang berlaku dalam ajaran Islam agar pada akhirnya kita bisa memutuskan suatu perkara dengan berlandaskan Islam, bukan hawa nafsu.


Previous
Next Post »